Regulasi intimidasi
bersampul solusi
“Pembatasan aktivitas
sosial” begitulah kira-kira wajah atau
tampilan kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon pandemi covid-19
ini. Namun bisakah seluruh lapisan masyarakat menyambut hangat kebijakan ini? Sebelum
menjawabnya mungkin kita telaah dulu himbauan social disctancing yang dimaksud pemerintah. Serupa
seruan lelaki kepada kekasihnya untuk tidak tidur terlalu larut karena
mengganggu kesehatannya. Himbauan tetaplah hanya sebatas himbauan, bukan
soulusi. Si kekasih mungkin akan tetap melanggar larangan begadang lantaran
perutnya keroncongan dikarenakan uang jajannya harus dilarikan kepembelian paket
internet agar bisa hadir diperkuliahan online. Atau sikekasih akan tetap
mempertaruhkan kesehatannya dengan begadang karena ada tugas yang belum
diselesaikan atau urusan lain yang harusnya si lelaki pahami agar menemukan
kunci untuk penyuksesan himbauannya terebut. Selain itu ada lagi pembatasan sosial
berskala besar (PSBB) yang dilakukan oleh wilayah yang memenuhi syarat dan
disetujui pemerintah pusat. Inti dari kebijakannya adalah pembatasan aktivitas sosial
tanpa memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda dengan lockdown atau
karangtina.
Jika kembali kepada pertanyaan sebelumnya,
mampukah seluruh masyarakat menyambut kebijakan pemerintah? Mungkin buruh
formal seperti guru,dosen, staf kantor dan lain-lain masih bisa melakukan work from home dengan santai
karena ada tabungan darurat dan fasilitas memadai dirumahnya. Namun apakah
negara pernah menyempatkan dirinya melirik buruh informal seperti tukang becak,
pedagang asongan, dan lain-lain? Akankah pemerintah peduli terhadap buruh ini seperti
pedulinya menjaga kestabilan ekonomi negara?
Psbb adalah
bentuk kegagalan pemerintah dalam mewujudkan salah satu cita-cita negara yaitu
mewujudkan kesejahteraan umum. Buruh adalah salah satu motor penggerak ekonomi
bangsa. Dari otot dan otaknya negara mampu hadir dalam dunia persaingan. Namun terjadinya
phk dimana-mana adalah bukti kegagalan pemerintah dalam melindungi buruh yang
sama saja gagal melindungi perekonomian. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI
Jakarta mencatat 14.697 perusahaan telah merumahkan 13.279 buruh.
Buruh informal yang harus menyambung hidup
dengan bekerja dilapangan secara fisik
harus terkena imbas dari kebijakan pembatasan aktivitas sosial ini. Kebijakan yang
dianggap solusi bagi pemerintah dalam memutus rantai penyebaran virus adalah
sebuah intimidasi nyata bagi kaum buruh. Saya menilai kebiakan ini tidak
dilakukan diskusi yang sampai keakar permasalahan. Kebijakan yang tidak
disertai perlindungan dan pemenuhan hak
hidup bagi pekerja atau buruh. Pemerintah seolah menyuruh kita lari tapi dia
memegang erat kaki kita. Dengan mematuhi peraturan tersebut, buruh mungkin akan
terhindar dari virus corona tapi efek samping dari semua itu adalah buruh akan
diseret ke virus atau penyakit baru
yaitu kelaparan.
Dewan perwakilan rakyat (DPR) pun yang mengatasnamakan dirinya
sebagai penampung aspirasi rakyat masih
sibuk mencari celah meloloskan uu omnibus law. salah satu isinya membahas
tentang UU ketenagakerjaan yang didalamnya terdapat banyak kejanggalan. Diantaranya
menghapus upah minimum, pesangon dan lain-lain. Jelas terlihat penindasan
pemerintah dalam UU tersebut yang memangkas hak buruh dan memanjankan investor.
Bangsa yang
besar adalah bangsa yang menghargai
buruh. Bangsa yang memanjakan investor hanya akan memperbesar perut binatang
berwujud manusia(kapitalis) yang rakus dan tak henti mengeksploitasi buruh. Pemerintah
mungkin tahu kalau tugas negara adalah bersatu dan adil, mewujudkan
kesejahteraan umum, menjaga ketertiban dan lain-lain tapi hanya sebatas tahu, minim
cara untuk merealisasikan bahkan parahnya kadang melenceng.
Dalam hal ini
pemerintah sebagai pemangku kebijakan tertinggi sudah sewajibnya mengkalkulasi
kebijakan yang akan dikeluarkan. Seluruh regulasi harus dipertimbangkan
dampaknya terhadap semua lapisan masyarakat. Semoga hak buruh informal yang
langganan memperoleh efek samping
kebijakan pemerintah tak lagi
dikesampingkan. Semoga tidak ada lagi regulasi bersampul solusi tapi berisi
intimidasi. Dan semoga kita semua tekhusus buruh tidak terlalu larut
kesewenang-wenangannya. Kita yang selama ini lebih mudah meramalkan kapan
terjadinya kiamat daripada kapan berakhirnya pemerintah dan kapitalis berhenti
memangkas hak buruh. Sebagai penutup, saya mengutip kata Rosa Luxemburg “dibalik
setiap fasisme adalah revolusi buruh yang dikalahkan .” karena pilihannya hanya
dua: sosialisme atau barbarisme.
Nasib buruh di tengah pandemi Covid-19 semakin terancam. Pilihan mereka saat ini terbatas, antara bekerja keluar rumah demi tetap berpenghasilan atau mengkarantina diri dengan ancaman kehilangan pekerjaan dan mnjadi kelaparan. Situasi saat ini seolah membuat beban bagi para kaum buruh. Ditengah wabah ini kita terus disibukkan sajian media mengenai masalah-masalah perburuhan. Semua itu mengindikasikan, bahwa dunia perburuhan ditengah pandemi covid-19 ini terjadi banyak masalah yang dimana posisi buruh saat ini selalu di marginalkan, tetapi di sisi lain bukankah buruh yang menjadi factor utama dalam perekonomian Negara kita?Melihat peran buruh selain sebagai penggerak ekonomi dan juga sebagai actor utama dalam pembangunan.Selain itu buruh juga sebagai kekuatan utama dalam menentukan “face” masyarakat Indonesia secara menyeluruh.Buruh juga memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian bahkan penyelamat bagi neraca pertumbuhan ekonomi kita yang selalu membuahkan hasil yang membanggakan.
BalasHapusiyee karna bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai buruh.
HapusDi tengah pandemi covid19 kini nasib buruh diselimuti kesedihan, sebagian dari mereka di rumahkan dan sebagian dari mereka juga di phk, lalu bagaimna mereka memenuhi kebutuhan sehari-harinya? Sungguh miris :( Mereka yang hanya bergantung pada upah/gaji untuk memenuhi Kebutuhannya kini harus berdiam diri dirumah tak tau mau berbuat apa, mau mencari pekerjaan lain juga sulit krna pemerintah telah menerapkan sosial distancing dan disisi lain apabila mereka keluar rumah takutnya akan terjangkit covid19, menjadi pertanyaan disini mana kebijakan pemerintah terhadap buruh? Bukan kah buruh adalah pengerak perekonomian di negara kita ? Benar kata penulis "terjadinya phk dimana-mana adalah bukti kegagalan pemerintah dalam melindungi buruh yang sama saja melindungi perekonomian" dan kurangnya juga kepedulian pemerintah terhadap masyarakat miskin.
BalasHapusiyee, pemerintah terus memutar otak untuk kemajuan ekonom negara,tapi kalkulasinya tdk tepat sehingga semua stakeholder tdk dapat merasakan dampak positif dari kebijakan pemerintah,bahkan masyarakat menengah kebawah yg langganan terkena imbas dan efek samping dari kebijakan pemerintah.
HapusAssalamu alaikum, mengenai masalah phk massal, jika kita melihat apa yang terjadi PHK tidak bisa terhindarkan mau tidak mau itu pasti terjadi karna situasi dan kondisi saat ini yang memaksa perusahaan harus menutup usahanya bahkan perusahaan besar seperti KFC saja harus menutup sebagian dari pada tokonya, karna kita sedang melawan sesuatu yang tidak nampak tetapi terasa, perusahaan2 banyak yang tutup itu bukan kemauan perusahaan tetapi kondisi yang terjadi sehinggah banyak buruh yang di rumah kan, di tengah kondisi saat ini harus nya pemerintah lebih memperhatikan masyarakat yang terkena dampak dengan memaksa perusahaan membayar THR dan gaji karyawan secara full agar mereka punya pegangngan dan juga pemerintah menyalurkan sembako serta melakukan rapid tes covid-19, seharusnya para pekerja buruh lebih di utamakan mendapat kartu pra kerja.
BalasHapusiye terimakasih responnya,memang kalau kita melihat situasi saat ini negara sedang dilanda kekacauan akibat pandemi covid19 yang tak memandang kelas.
HapusKetika kita melihat kondisi sekarang dmn bnyknya berita mengenai adanya keinginan dari si wakil rakyat DPR untuk membahas msalah RUU Omnibus Law,RUU KUHP yang sempat mendapat pertentangan sbelumnya merupakan hal yang sangat miris. Mengapa dikatakan seperti karena adanya kehendak serta kepentingan pribadi dari diri mereka sendiri padahal seharusnya untuk dimasa sekarang dimana negara kita sedang diuji dengan adanya pendemi covid-19 ini yang menjadi fokus utama adalah kehidupan serta kesehatan masyarakat. Aplgi ditengah covid-19 ini dimana masyarakat seola-olah terbunuh melalu ekonomi mereka sendiri. Sebaiknya DPR ini sendiri lebih banyak membahas bagaimana masyarakat bisa hidup dengan tenang dan kebutuhan terckupi ditengah covid-19. Tak boleh ada keegoisan ditengah kondisi sekrg. Karena fakta di lapangan adalah banyaknya masyarakat terkhususnya yang bekerja sebagai buruh harus menerima imbas dari dampak covid-19 ini. Keberlangsungan hidup masyarakat sekrang menjadi kajian paling utama untuk diberi perhatian dan jangan sekali-kali mereka si penguasa menyepelehkan hal ini jangan sampai mereka si penguasa duduk santai dirmh dengan meminum kopi sementara masyarakat meringis karena kelaparan.
BalasHapusiyee terimakasih, sy sangat sepakat. dpr harusnya tidak hanya sebatas nama. powernya sebagai salah satu pemangku kebijakan tertinggi harus mempunyai kalkulasi serta
Hapusanalisis yang baik. sehingga dalam menentukan kebijakan dpr dapat dapat bijak dan tidak berat sebelah. dalam kondisi seperti ini dpr diharap dapat menentukan langkah prioritas yang dapat menyelamatkan masyarakatnya
Sebagai mahasiswa apa yang harus kita lakukan di tengah pandemi ini apakah kita harus berdiam diri? Atau kita membantu pemerintah?
BalasHapusiye terimakasih pertanyaannya yang sebenarnya mempunyai banyak jwbn. namun kalau menurut perspektif pribadi langkah prioritas yang harus ditempuh saat ini adalah dengan banyak membaca. dengan memperluas
Hapuscakrawala pengetahuan akan membuat kita punya ide untuk menghadapi dunia yang tak melulu lurus. dengan memperbanyak bacaan juga merupakan salah satu bekal baik selain pengalaman untuk memperbaiki kesalahan negara saat ini.